Minggu, 07 Februari 2021

Kroepoek Waroeng jadi solusi anti GTM

Aku adalah tipe ibu yang ketat banget masalah makanan yang dikonsumsi anak anak. Segala macam makanan yang berhubungan dengan perminyakan, santan, kripik dan krupuk sangat dibatasi. Karena aku pikir ga ada kandungan vitamin ataupun mineral yang bisa diserap tubuh anak. 

Tapi sejak anak keempatku lahir, aku sudah insaf, tidak seketat seperti sebelumnya. Maafkan bunda ya kakak kakak yang ilmunya sangat minim dan ga banyak belajar. Tapi ga ada kata terlambat ya buat belajar dan memperbaiki kesalahanku dulu sehingga anakku nomer 2 berat badan kurang jadi tampak seperti anak kurang gizi, kurang nutrisi. Karena itu aku berusaha menaikkan Berat Badannya (BB) dengan memberikan semua makanan yang dia suka tapi yang bergizi pastinya. 

Anak sehat generasi penerus berkualitas
Anak sehat menghasilkan generasi yang berkualitas

Naaah, anak ke-4 yang usianya menginjak 7 bulan, mulai  browsing dan baca buku buku Dr. Meta Hanindita, SpA, Dr. Kanya Ayu, SpA dan juga konsultasi dengan 2 dokter anak dari anak ke-3 dan ke-4 ini. Terima kasih Dr. Rini Purwanti, SpA (RS Hermina Grandwisata Bekasi) dan Dr. Dian Emiria Tunggadewi, SpA (RS Tugurejo Semarang) yang mana dulu teman sekelas di SMA, atas kesabarannya meladeniku yang bawel nanya terus ini. Ternyata oh ternyata...baru aku mengerti kalau anak anak usia 0-2 tahun adalah masa rawan pertumbuhan. Kalau gizinya tercukupi, pertumbuhannya akan baik, tidak ada namanya kurang nutrisi atau kurang gizi. Apa sih tandanya anak cukup gizinya? Hal ini bisa dilihat dari Kartu Menuju Sehat (KMS), jika kurva diatas rata rata maka bisa dibilang anak sehat, tapi jika pas berada di garis batas atau di bawahnya perlu dipantau baik oleh dokter maupun ahli gizi. Hal ini juga berdampak pada kecerdasannya karena anak yang kurang nutrisi pasti nutrisi ke otak juga kurang. Tapi alhamdulillah anak anakku rentang usia 0-2 tahun berat badan normal, bahkan overweight dan full ASI jadi aku tidak terlalu khawatir untuk nutrisi otaknya. 

Usia anak anak masih sangat boleh mengkonsumsi gorengan dan santan selama minyak yang dipakai dalam kondisi baru, bukan jlantah (bekas dipakai 2-3 kali). Setelah aku sadar akan kekeliruanku selama ini, mulai aku buat menu tinggi kalori untuk push BB yang didalamnya termasuk gorengan dan ga pantang kerupuk lagi. Karena orang dulu katanya kalau makan ga ada kerupuk rasanya hambar. Hehehe... 

Alhamdulillah anakku mulai naik berat badannya sedikit demi sedikit. Paling tidak makanan yang dikonsumsi lebih variatif. Cemilan pun aku beri yang tinggi kalori, seperti spaghetti Carbonara, macroni schotel. Yang pasti aku sangat terbantu untuk makan utamanya yang awalnya kalau makan lama (lebih dari 30 menit, karena waktu makan yang baik tidak lebih dari 30 menit) jadi lebih cepat dengan tambahan cemilan sehat dari Kroepoek Waroeng. 


Kroepoek Waroeng anti GTM favorit anak anakku 😊

Nemu Kroepoek Waroeng dari online shop langganan. Sekali coba jadi ketagihan. Ada beberapa varian rasa yang wajib dicoba, diantaranya Mini Rose Crackers, yang paling idola anak anakku, Shrimp Crackers, Star Shaped dan Casaava Chips. Semua rasanya enak dan pas di genggaman anak.

Anak anakku penggemar Kroepoek Waroeng yang gurih

Kerupuk ini sebenarnya kerupuk untuk anak, tapi aku dan suami jadi ikutan suka karena rasanya gurih dan enak. Alhamdulillah semua varian dicoba dan ga ada yang ditolak karena memang rasanya yang gurih dan enak, dan pastinya ga bikin sakit tenggorokan karena kerupuk ini kerupuk sehat dan alternatif pas untuk camilan sehat non MSG. Jadi sekarang ga khawatir lagi anak susah makan, pilih pilih makanan atau GTM alias Gerakan Tutup Mulut selama ada Kroepoek Waroeng nan gurih ini dijamin pasti ludes nasi di piring 🤭. 


Selalu sedia Kroepoek Waroeng di rumah 

Kroepoek Waroeng rekomendasi kerupuk enak dan sehat. Semoga kualitas Kroepoek Waroengnya selalu terjaga jadi aman dikonsumsi mulai dari anak anak sampai dewasa. Yuk ngemil kerupuk sehat pakai Kroepoek Waroeng! 

Salam Sehat selalu 😊!

Blog ini diikutsertakan dalam lomba 

Kamis, 20 Februari 2020

Mengatasi Anak Tantrum

Hai momies,

Siapa sih yang mau memiliki anak yang suka marah jika diberitahu, suka memukul, semaunya sendiri? Pastilah setiap orang tua menginginkan anak yang penurut, rajin dan pintar. Sebagai seorang ibu yang mengemban tugas sebagai pembentuk akhlak generasi penerus bangsa yang aktif, kreatif, cerdas dan berakhlakul karimah, aku terus belajar melalui setiap perkembangan anak anakku.

Aku sendiri adalah anak tunggal. Dan saat ini alhamdulillah dikaruniai 4 orang anak, sepasang perempuan dan sepasang laki laki. Saat pasangan muda baru memiliki 1-2 orang anak pasti sangat disayang dan dimanja. Tapi jika sudah ada 3-4 orang anak kesannya jadi seperti “masa bodo” dengan perkembangan anak-anaknya, karena merasa sudah sangat berpengalaman dengan anak-anak sebelumnya.

Aku yang tidak pernah merasakan mempunyai saudara kandung dan selalu kesepian, sekarang setiap hari harus mendengar suara anak-anakku teriak-teriak, berantem tapi tak lama kemudian akur kembali, saling curhat, main bersama sampai semua mainan keluar dari tempatnya, membuatku sangat bersyukur melihat mereka tumbuh sehat dan bahagia. Mudah mudahan bisa selalu akur dan kompak. 

Tetapi saat ini tantangan terbesar dan terberatku yaitu mengatasi sikap TANTRUM anakku nomer 3, laki laki. Banyak banyak istighfar yang bisa kulakukan sambil instrospeksi mungkin aku ada yang salah mendidik atau memberi asupan makanan.

Mengulas sedikit mengenai tantrum... apa sih sebenarnya tantrum itu? Kenapa kok batita cenderung sering tantrum dibanding anak yang sudah usia sekolah TK? Mengutip dari artikel The asian parent, Tantrum ini sebenarnya merupakan hasil atau bentuk dari energi tinggi yang dimiliki anak. Namun mereka memang belum mampu mengungkapkan keinginan atau kebutuhannya lewat kata-kata. Hal inilah yang kemudian memunculkan beragam emosi yang diperlihatkan oleh anak. 

Beberapa cara atasi anak yang tantrum yang pernah aku coba dari hasil Googling antara lain: 
  1. Memberi pelukan, karena pelukan dipercaya menenangkan untuk ibu dan anak. 
  2. Mengalihkan perhatiannya, bisa dengan mengajaknya mandi atau aktivitas diluar ruangan. Pemandangan baru membuatnya lepas dari rasa jenuh berada di dalam ruangan.
  3. Perhatikan asupan makanan yang dikonsumsi. Kurangi makanan yang mengandung gula dan karbohidrat tinggi, karena akan memicu hormon stres dan adrenalin tinggi sehingga batita mudah cemas, gelisah dan rewel. 
    Beri makanan yang mendorong produksi dua hormon berikut:
    • Serotonin. Si “hormon bahagia” yang  membuat perasaan lebih tenang.
    •  Dopamin. Hormon yang meningkatkan kadar kepuasan dan kebahagiaan. 
Ilustrasi anak tantrum 

Lalu, apa saja contoh makanannya? Mengutip dari artikel Orami, berikut daftar makanan yang bisa diberikan ke anak tantrum, antara lain:
  1. Sayuran hijau, kaya vitamin B yang dipercaya meningkatkan mood.
  2. Telur, kandungan tyrosine meningkatkan hormon dopamin dimana meningkatkan motivasi sehingga batita tidak gampang menangis dan frustrasi menghadapi tantangan.
  3. Bubur oatmeal, membantu batita lebih tenang dan fokus sepanjang hari karena mengandung asam glutamat yang memproduksi hormon serotonin dan zat kimia otak bernama gaba.
  4. Salmon/sarden/makarel. Seperti kita ketahui ketiga jenis ikan ini banyak mengandung asam lemak omega-3 yang baik untuk perkembangan otak. Selain itu,asam lemak omega-3 juga dapat melancarkan komunikasi antar sel otak. Hasilnya, batita menjadi lebih kalem, fokus dan tidak gampang tantrum. 
Itulah beberapa hal yang perlu kita perhatikan sebagai orang tua, terutama aku. Karena baru aku merasakan memiliki anak tantrum dan aktif sekaligusbenar benar menguras emosi dan juga tenaga. Insyaallah sedikit info ini bisa mengurangi atau bahkan menhilangkan tantrum anak anak.

Selasa, 28 Januari 2020

Bijak Mendidik Si Millenial - Mendidik anak dengan CINTA


      Sabtu, 11 Januari 2020, alhamdulillah aku bisa hadir di acara Seminar Parenting yang diadakan Jam'iyyah SDI Al Azhar 14. Awalnya sempat ragu untuk hadir karena bentrok jadwal les piano anak anak. Tapi karena guru lesnya kebetulan juga salah satu teman di Al Azhar yang juga hadir di acara Seminar ini, maka jadwal pun bisa diundur sore hari. Aku cukup tertarik dengan judulnya yang memang kita sebagai orang tua tidak boleh berhenti belajar. Dan yang dipelajari itu tidak ada ujiannya, juga tidak ditentukan waktunya. Terlebih saat ini memang kita harus benar benar bijak menghadapi anak beserta teknologi yang sangat pesat berkembang. 

Doc.Jami’iyyah SDI Al Azhar 14
   Acara ini diisi oleh seorang dosen, konselor dan sekaligus praktisi Psikologi dari Yogyakarta, yaitu Bu Shinta,SPd.,MSi.,MA., yang lebih dikenal dengan sebutan Bunda Cinta. Yang membuat aku betah mendengarkan sampai selesai adalah karena cara menyampaikannya tidak membuat ngantuk. Interaktif sekali. Aku akan sharing disini supaya suatu saat bisa aku buka lagi untuk reminding apakah aku sudah berhasil menjadi ibu yang sabar menghadapi anak anak jaman now. Hehehe.

1. Orang tua sebagai contoh
    Pasti kita semua sering mendengar kalimat ini. Yap memang betul bahwa kita orang tua adalah role model bagi anak anak kita. Mau kemanakan anak anak ya kita yang tentukan arahnya, dan juga sebagai panutannya. Jangan pernah bermimpi anak kita tidak doyan nonton TV kalau kita sendiri masih suka nonton TV. Jangan pernah bermimpi anak kita tidak doyan main HP kalau kita sendiri masih suka menyuruh anak melakukan tugasnya tetapi tangan kita masih sibuk dengan HP. Otak anak yang menerima pesan tidak sinkron dengan mata yang melihat apa yang sedang kita lakukan. Contoh: "Ayo nak belajar, besok ujian kan?" sambil tangan dan mata kita fokus pada hp, bukan ke anak. Secara psikologis, syaraf otak anak harus berjalan beriringan, tidak dapat bekerja secara berbenturan, karena akan mengacau syaraf neuronnya. Mereka jadi bingung, mana yang harus dipercaya? Mata atau telinga? Jadi sebagai orangtua harus bisa seiring sejalan dengan apa yang kita inginkan ke anak anak. Yang sudah sejalan saja belum tentu sesuai harapan, apalagi jika tidak bisa sejalan karena kita tidak memberikan contoh ke anak anak.
Pic edit by Canva

    Ilmu parenting sebenarnya sederhana. Dari berbagai teori barat sampai timur, hanya satu teori yang lebih canggih dari semua yaitu teori yang diajarkan Rasulullah SAW. Apa itu? Yaitu beliau mengajarkan para orangtua sebaiknya MEMAKSAKAN diri menjadi USWATUN HASANNAH yang artinya menjadi CONTOH. Bagaimana kita bisa bermimpi punya anak rajin solat dan tepat waktu jika kita sendiri tidak pernah mendirikan solat atau solat tidak tepat waktu? Bagaimana kita bermimpi punya anak hafidz Qur’an, sementara ibunya sendiri sudah lama tidak menyentuh mushaf Qur’an? Lalu kita beri harapan yang muluk muluk terhadap si Milenial... TIDAK AKAN TERJADI! Minimal kita sama sama mau belajar dengan anak anak dan tidak perlu merasa malu jika memang pada kenyataannya kita memang tidak bisa.

2. Tidak sibuk dengan urusan orang lain
    Pasti hal ini pernah dirasakan semua orang. Kita selalu melihat keadaan orang lain lebih baik dari keadaan kita, istilah Jawanya Sawang Sinawang. Melihat rumput tetangga lebih hijau daripada rumput sendiri. Hal tersebut membuat kita LUPA BERSYUKUR bahwa Allah sudah memberikan kita anugerah yang sangat besar pada keluarga kita. Allah anugerahkan anak anak yang sehat, ceria, cerdas, tetapi kita sibuk membandingkan dengan anak anak orang lain. Karena itu, mulai sekarang BERHENTI memikirkan betapa hebatnya,  nurutnya, pinternya anak orang lain dan mari kita FOKUS meningkatkan kualitas hidup kita masing masing.

“Kesuksesan seseorang sama sekali tidak tergantung dari apa dan bagaimana latar belakang keluarganya, tetapi sangat tergantung dari bagaimana keputusannya.”

3. Menyadari betapa pentingnya pendidikan, baik formal maupun non formal.
   Kepada anak anak, terutama yang masih duduk di kelas 1,2,3 SD tidak usah ditanya nilai, tetapi tanyakan aktivitas apa saja yang tadi dilakukan di sekolah. Yang terpenting adalah anak suka dulu dengan sekolah. Orientasi sekolah bukan pada nilai, nilai hanya bonus saja. Kelas 1,2,3 adalah masa masa dimana anak mengenal bahwa hidup ini akan banyak masalah dan belajar hidup mandiri sekaligus belajar bersosialisasi. Dan orangtuanya juga belajar mengendalikan emosi. Jangan sampai terpancing dengan laporan anaknya yang dinakalin temannya. Anak bergesekan dengan temannya, tersandung, terpukul adalah hal yang sangat manusiawi dan lumrah. Jika anak pulang sekolah melaporkan jika dia dinakalin temannya, alangkah baiknya dalam hati kita bersyukur bahwa memang anaknya di sekolah mau bergaul dengan temannya.
    Bapak pendidikan kita, Ki Hajar Dewantara memberikan nama Taman Siswa. Kenapa? Karena berharap sekolah itu seperti Taman yang menyenangkan untuk anak anak, sehingga mereka nyaman berada di dalamnya.
Ilustrasi Taman Bermain yang menyenangkan untuk anak anak
Pendidikan adalah salah satu cara yang sangat efektif untuk :
  • Meningkatkan Kualitas Hidup
  • Memutus Mata Rantai Kemiskinan.
"Mengasah Akademik membutuhkan waktu yang lebih singkat dibanding mengasah kepribadian (etika)."
Saya pribadi sangat setuju dengan kalimat diatas. Generasi millenial saat ini sangat membutuhkan pendidikan etika. Baik itu etika terhadap orang lain maupun etika dalam kehidupan sehari hari. Orang tua yang ikut menikmati kemajuan teknologi terkadang lupa mengajarkan etika kepada anak anak. Mereka asyik dengan gadget masing masing, yang mana di dalamnya tidak ada yang mengajarkan mengenai etika dalam berhadapan dengan orang yang lebih tua ataupun etika dalam bergaul dengan teman teman sebayanya. Tergerus kemajuan jaman dan teknologi. Sungguh menyedihkan.
Karena itu sebagai orang tua harus memiliki Konsep Positif dalam Pengasuhan Anak, diantaranya:
  1. Positive Thinking (Konsep Berfikir selalu yang positif)
  2. Positive Feeling (Memiliki perasaan yang positif, tidak mudah berburuk sangka kepada orang lain)
  3. Positive Speaking (Berbicara yang positif, sehingga tidak menyakiti hati orang lain)
  4. Positive Acting (Bersikap/bertingkah laku yang positif, sehingga bisa menjadi teladan yang baik)
Jika orang tua yang mana sudah memberi contoh yang baik dalam mendampingi anak meraih sukses di era digital ini, maka Negara pun menjadi Dahsyat dengan lahirnya generasi penerus yang Cerdas, Berbakat dan Berakhlak Mulia pun akan terbentuk.
Semoga kita selalu dalam naungan dan keberkahan Allah di setiap langkah di dunia ini. Aamiin.





Rabu, 18 Desember 2019

Tantangan menjadi ortu yang adil

     Aku yang setiap harinya berkutat dengan urusan domestik rumah tangga dengan segala kerusuhan dan kericuhan serta kegaduhan ketiga anakku selalu dituntut untuk bisa menjadi lebih bijak. Dari hari ke hari anak-anak bertumbuh dengan lingkungan mereka yang notabene sudah diluar kendali kita sebagai orangtua. Otomatis apa yang diajarkan saat mereka masih usia balita dan belum mengenal  dunia luar yang begitu kompleks lama kelamaan memudar, berganti dengan celotehan yang sudah bercampur baur dan tak jarang membuatku terkaget kaget.

   Tak jarang kakak beradik ini meributkan sesuatu yang menurut kita sebagai orangtua tidaklah terlalu penting untuk dipermasalahkan. Tapi disini aku dituntut bisa menjadi wasit yang adil yang tidak menyudutkan dan menyalahkan salah satunya. Karena itu, saat anak-anak mulai saling membentak dan menyalahkan, itulah saatnya aku harus muncul sebagai wasit. Dudukkan mereka lalu tanyakan permasalahan kepada kakak tertua dan apa yang membuat mereka sampai adu mulut. Setelah kakak menjelaskan, gantian aku dengar versi penjelasan dari si adik. Jika masih ada hal yang mengganjal pasti masih akan diberondong dengan berbagai pertanyaan sampai masalah benar-benar Clear dan mereka berbaikan kembali.
Momen saat akur

     Aku yang tumbuh tanpa memiliki saudara terbiasa lingkungan yang sunyi dan teratur juga disiplin. Sekarang tanggung jawabku ada 3 anak yang mana ketiganya memiliki karakter dan watak yang berbeda beda. Saat menghadapi anak yang tantrum, aku rasa teori parenting yang sering didengar atau diikuti hilang semuanya tertutup dengan emosi yang meletup letup. Hehehe. Kalau sudah seperti itu aku biasanya memilih untuk menyingkir dulu. Masuk kamar, tutup pintu, wudhu dan baca baca komik atau sekedar nonton TV untuk meredakan emosi. Setelah mereda baru aku temui mereka lagi. 

   
   Menghadapi anak-anak, emosi rasanya seperti bianglala. Naiiik lalu turun, ga lama naiiik lagi. Begitu seterusnya. Karena itu, Orangtua memang butuh dan perlu memiliki ilmu parenting dan pastinya memiliki pemahaman agama yang baik supaya emosi yang diluapkan tidak berlebihan yang akan mengganggu perkembangan psikologisnya. Untuk anak diatas 8th sudah bisa diajak diskusi. Emosi yang sebaiknya diluapkan pun kesannya tidak menggurui si anak. Jadi sebagai orangtua harus pintar pintar membagi perasaan dan cepat beradaptasi dengan lingkungan anak-anak milenial, supaya anak merasa nyaman saat bercerita dengan orangtuanya.

Ilustrasi bianglala


Kroepoek Waroeng jadi solusi anti GTM

Aku adalah tipe ibu yang ketat banget masalah makanan yang dikonsumsi anak anak. Segala macam makanan yang berhubungan dengan perminyakan, s...